Putusan DKPP: Mencari Solusi Hukum, Justru Menimbulkan Ketidakpastian Hukum
Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa DR Drs I Wayan Wesna Antara SH .MH.Mhum. (Ist)
DENPASAR - Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberikan sanksi peringatan kepada teradu 2 yakni Komisioner KPU Bali Anak Agung Gede Raka Nakula yang akrab disapa Gung Nakula terhadap kasus Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) Dr Somvir beberapa waktu lalu menggelitik Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa DR Drs I Wayan Wesna Antara SH .MH.Mhum.
Pasalnya putusan tersebut dinilainya kebijakan untuk mencari solusi hukum, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam bincang-bincangnya Wesna yang juga sempat menjadi Panwaslu dan Bawaslu di Kabupaten Badung menegaskan dirinya tidak boleh menilai putusan hakim.
Namun dalam kacamatanya sanksi yang diberikan kepada salah satu komisioner KPU Bali divisi hukum dan pengawasan yakni harus menggunakan kewenangannya untuk menemukan solusi atas kebuntuan hukum, dan juga berkoordinasi dengan bawaslu agar hasil pengawasan disampaikan ke KAP sebagai bahan klarifikasi kepada peserta pemilu membuatnya sedikit tersenyum.
“Sepengetahuan saya hierarkhinya KPU ada di KPU RI sebagai regulator, KPU Provinsi sebagai implementator dan KPU Kabupaten/Kota sebagai eksekutor, jadi kewenangan untuk menemukan kebuntuan hukum ada di KPU RI bukan di KPU Provinsi,” jelas Wesna pada Senin, 6 September 2021.
Kemudian apakah Dana Kampanye 0 (nol) berarti ada kebuntuan hukum?
Menurutnya kalau melihat regulasi fakta putusan DKPP terhadap teradu 2 (Gung Nakula) sudah jelas menyatakan secara formal sesuai dengan tahapan.
Akan mejadi abscur apabila kewenangan diberikan kepada masing – masing provinsi untuk menemunkan kebuntuan hukum dan justru sebaliknya akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena masing-masing provinsi akan sesuka hatinya membuat solusi atas kebuntuan hukum yang berimplikasi ketidakseragaman pemberlakuan sebuah tahapan.
“Kalau kondisi ini terjadi justru akan berbahaya apalagi patut dicurigai akibat ketidaknetralan KPU sebagai penyelenggara karena memberlakukan hukum yang berbeda-beda,” bebernya.
Lebih jauh Wesna yang sempat menjadi Tim Seleksi (Timsel) Provinsi Bali untuk KPU dan Bawaslu Kabupaten/kota menegaskan kalau dicermati jawaban teradu sebenarnya pasal-pasal yang dijadikan dalil jawaban termohon tidak satupun mengalamai kebuntuan hukum. Penyelenggaraan dana kampanye sudah sesuai regulasi dan memberikan kewenangan parpol KAP dan KPU dalam penyelenggaraan itu.
“Pandangan pada mazhab positivisme KPU provinsi bukan bertindak sebagai seorang hakim tetapi sebagai mediator ke KPU Kabupaten/Kota atas regulasi dikeluarkan oleh KPU RI,” jelasnya.
Lalu bagaimana dengan Putusan DKPP yang menyuruh KPU berkoordinasi ke bawaslu agar temuannya jadi acuan KAP,?. Menurutnya kalau ini juga dilakukan akan menjadi kekaburan kewenangan.
“Saya ini mantan pengawas tahu persis bahwa terkait dengan temuan itu ada di bawaslu baik atas temuan maupun aduan dan wajib disampaikan ke KPU selanjutnya KPU menindaklanjutinya. Ini kan jelas jawaban bawaslu bahwa tidak ada pelanggaran administratif yang dilakukan oleh KPU apa yang harus dikoordinasikan,” ucapnya.
Menurutnya kalau Dana Kampanye itu 0 (nol) dan diadukan bahwa ada APK oleh teradu itu bukan ranah KPU lagi melainkan ranah pidana pemilu. Itupun kata dia sudah dilakukan pemeriksaan dan diputuskan oleh bawaslu tidak terbukti alias masalahnya sudah clear.
“Dalam teori hukum progresif bahwa hukum itu harus membahagiakan dan berkeadilan,” tambahnya.
Saat didesaj apakah menurunya Putusan DKPP tidak adil karena hanya menjatuhkan sanksi kepada satu orang saja..? lagi lagi Wesna menegaskan dirinya tidak boleh menilai putusan hakim.
“Saya tidak boleh menilai putusan hakim, namun kalau saya simak dari fakta persidangan bahwa saksi teradu tidak bersaksi untuk KPU dan Bawaslu sudah mengiyakan bahwa hasil pengawasannya tidak ada pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU,” jelasnya lagi.
Dan jika melihat fakta-fakta yang ada sudah selayaknya aduan tersebut tidak diterima oleh DKPP.
“Intinya bahwa dakam dengan jumlah 0 itu dan dikaitkan dengan fakta ada temuan APK itu ranah pidana pemilu yang sudah tidak terbukti di bawaslu sehingga aduan ke KPU sudah memenuhi syarat untuk tidak dilanjutkan oleh DKPP,” beber dosen yang low profil ini. (Tim/rls/LB1)
Komentar