Ombudsman Akan Periksa Dugaan Maladministrasi Kasus Ayam Geprek
(Ist)
JAKARTA - Kasus sengkata Hak Atas kekayaan Intelektual (HAKI) Ayam Geprek Benny Sudjono terus bergulir. Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy dalam acara Focus Grup Discusion dengan tema "Bedah Kasus Sengketa HAKI Ayam Geprek mengatakan, Ombudsman memiliki kewenangan untuk memeriksa dugaan terjadinya maladministrasi jika terkit pelayanan pejabat publik.
"Meski ombudsman tidak boleh mencampuri putusan pengadilan, tapi bisa menerima pengaduan jika diduga terjadi maladmilistrasi pemerintah baik oleh pengugat atau tergugat," ujarnya di Jakarta Jumat (29/1/2021).
Menurutnya, sengketa ayam geprek murni terjadi pertentangan antar pihak swasta yang tidak melibatkan pemerintah sebagai pelayanan publik seperti tertuang dalam UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, tapi menyangkut pelayanan pemerintah terhadap swsata.
"Azas hukum pemerintah yang baik menjadi pedoman ombusan apakah ada prosedur yang dilampaui atau konflik kepentingan dari para pelayanan publik, misal penghapusan setelah dilakukan putusan pengadilan," Tambahnya.
Menurut Suaedy, Ombudsman bukan pembela hukum dari pelapor, namun ombudsman akan meneliti sesuai dengan kriteria dan persyatan tentang kedudukan hukum pelapor, prosedur laporan yang masuk dan kriteria lainnya. Jika terindikasi terjadi maladministrasi, maka akan disampaikan kepada institusi peradilan. "Harus ada perubahan putusan," Tandasnya.
Lebih lanjut Suaedy mengatakan ketelitian pelayanan publik dan kejelasan investasi menjadi kunci penting dalam menghadapi perubahan ekonomi kedepan.
Ditempat yang sama, Ketua Umum AKHKI Suyud Margono mengatakan penghapusan sebuah merek harus memenuhi tiga kriteria diantaranya Penghapusan merek yang dilakukan oleh Pemiliknya sendiri, penghapusan merek terdaftar atas prakarsa menteri setelah menerima rekomendasi Komisi Banding Merek, dan penghapusan merek atas putusan Pengadilan Niaga, alasan umum (non-use trademarks).
"Jika sudah terjadi, maka secara tertib umum. kita membutuhkan informasi dasar hukum dan pertimbangan yang menjadikan sebuah merek dihapus," ujarnya.
Menurut Suyud, peristiwa sengketa merek ayam gerprek ketika Majelis Hakim Pengadilan Negeri Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan pendaftaran desain industri dan ganti rugi yang diajukan PT Ayam Geprek Benny Sujono kepada Ruben Samuel Onsu. Dalam putusannya, majelis hakim telah menetapkan desain industri pada kotak kemasan Geprek Bensu adalah milik pengusaha kuliner Benny Sujono.
Dalam perkara ini, diketahui desain industri kotak kemasan yang dimiliki oleh Ruben Onsu menyerupai desain industri kotak kemasan milik Benny Sujono. Desain industri kemasan milik PT Ayam Geprek Benny Sujono telah terdaftar dalam dalam Daftar Umum Merek pada Direktur Merek dengan Nomor IDM000643531 tertanggal 24 Mei 2019 untuk melindungi produk dalam kelas 43.
Majelis hakim memutuskan untuk membatalkan Hak atas Desain Industri Kotak Kemasan Makanan atas nama Ruben Samuel Onsu dengan nomor pendaftaran IDD000049596 tanggal 20 Juli 2018. Namun pada tanggal 06 Oktober 2020 keluar surat Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual atas nama Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia No.HKI.KI.06.07-11, yang intinya menghapus sertifikat merek terdaftar milik PT Ayam Geprek Benny Sujono berdasarkan Pasal 72 ayat (7) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis karena dianggap bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum;
Atas penghapusan ini, Pengacara Ayam Geprek Benny Sujono, Edhi Kusuma mengaggap tindakan penghapusan merek Ayam Geprek Benny Sujono tidak berdasar hukum dan dianggap melawan hukum dengan sewenang-wenang karena sertifikat merek terdaftar atas nama PT Ayam Geprek Benny Sujono diperoleh secara prosedur hukum dan telah diuji keabsahannya melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung. Dengan demikian sertifikat merek terdaftar atas nama PT Ayam Geprek Benny Sujono adalah sah dan telah berkekuatan hukum tetap. (red)
Komentar