Catur Budi
LiputanBali.com - Sering kita diingatkan akan suatu cita-cita atau harapan, baik kepada diri kita sendiri, anak-anak kita maupun orang lain, baik secara langsung atau tidak langsung. Harapan itu ada yang bersifat lahir atau terbuka, namun ada pula yang tersembunyi atau menggunakan makna kias.
Banyak orangtua yang memberikan pengharapan itu melalui penamaan anak-anaknya yang lahir sebagai penyambung sejarahnya dikemudian hari. Sehingga nama dapat dikatakan sebagai implementasi dari doa-doa yang dipanjatkan kepada sang Kholik, sehingga berupaya memberikan nama keturunannya dengan maksud tertentu sesuai dengan pengharapannya.
Semuanya itu dimaksudkan agar anak keturunannya memiliki budi pekerti seperti yang diharapkan oleh orang tua. Dan dapat dikatakan tidak ada orang tua yang mengharapkan anak keturunannya akan sengsara di kemudian hari. Sehingga ada yang menamakan dengan awalan Budi.
Budi sendiri itu merupakan gambaran tentang perilaku atau tindak tanduk yang menurut obyek yang mengikutinya atau bentuk keutamaan yang harus dimiliki oleh setiap orang agar bisa menjadi manusia utama atau berguna. Sehingga dalam buku Sasana Sunu karya Yasadipura II dari Surakarta, menjelaskan bahwa setiap orang harus menempa kepribadiannya dalam empat budi utama, yaitu (1) budi priyayi, (2) budi santri (3) budi petani dan (4) budi saudagar.
Budi priyayi, biasanya dilekatkan pada orang yang terpelajar dan berpendidikan. Budi priyayi, umumnya memiliki wawasan yang luas dalam ilmu pengetahuan, senang dan mengerti kebudayaan, mengerti aturan dan tata krama serta sopan santun yang tinggi. Karakter priyayi umumnya: santun, bijaksana, teratur dan bersikap adil. Sifat-sifat ini seharusnya di miliki oleh setiap orang, agar dapat hidup dengan lebih baik, memiliki pergaulan yang luas dan tidak bertindak sembarangan.
Budi santri, umumnya bersih hati, jujur, senang memberikan maaf. Santri yang dimaksudkan bukan mereka yang semata-mata belajar di pesantren, namun dalam kehidupan sehari-hari setiap orang harus memiliki budi santri. Dengan hati yang bersih, jujur dan pemaaf, hidup akan menjadi lebih mudah dan tidak menaruh syak wasangka kepada orang lain serta tidak mudah menaruh dendam.
Dengan pekerti santri, kehidupan antar sesame manjdi lebih tenang dan tertata. Tanpa hati yang bersih, kejujuran dan sifat pemaaf, orang akan cenderung mau mencari menangnya sendiri atau mendahulukan kepentingannya saja, tanpa mau memikirkan orang lain.
Budi petani, artinya sifat dan karakter yang biasanya dimiliki oleh para petani sehingga mereka sukses mengolah tanah pertaniannya. Masyarakat Indonesia yang dikenal masyarakat agragis, meskipun dengan perkembangan zaman, profesi masyarakat menjadi beragam, dan profesi petani banyak yang melupakan padahal jasa petani tidak pernah tergantikan.
Karakter petani biasanya ulet, tekun, pekerja keras dan tidak mudah mengeluh. Sebenarnya ini sifat-sifat karakter yang diperlukan oleh setiap orang dalam berkarya, tidak hanya bagi mereka yang bekerja di bidang pertanian, tetapi seluruh profesi hendaknya memiliki keuletan, ketekunan, tidak mudah mengeluh dan bekerja keras.
Budi sudagar, artinya bahwa orang harus menghitung segala sesuatunya dengan benar agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Sebelum bertindak harus dipikirkan dengan benar dengan berbagai pertimbangan dan alasan rasio yang matang, bukan pembenaran atas kekuasaan atau wewenang, sehingga terhindak dari rasa sesal dikemudian hari.
Segala persoalan, sesulit atau seberat apapun kalau ditangani oleh ahlinya akan menjadi mudah dan ringan, namun kalau bukan ahlinya yang menanganinya, hal yang ringan akan menjadi berat dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu segala sesuatunya serahkan saja kepada ahlinya. Selain praktis, seringkali pembiayaannya jauh lebih murah dan tidak perlu makan hati.
Kehati-hatian dan sikap bisa menempatkan diri sangatlah penting. Orang yang ahli (orang pintar) dan orang biasa (katakan orang bodoh) bisa sama-sama celakanya kalau tidak dapat menempatkan dirinya. Artinya, setiap orang harus menyadari kondisi dan keadaannya. Bukan berarti pula harus selalu merendahkan diri, tetapi berusaha memandang segala sesuatu dengan obyektif.
Apabila tidak mu menyadari keadaan masing-masing keduanya akan saling menyalahkan dan mencari kambing hitam. Akibatnya, pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan dengan baik dengan bekerja sama dan menggunakan kelebihan dan kekurangan masing-masing, tidak pernah selesai karena rebut dengan ego masing-masing.
Jadi budi pekerti petani, budi pekerti priyayi, budi pekerti santri dan budi pekerti, seluruhnya harus dimiliki setiap orang agar mendapatkan kualitas hidup baik. Dengan menempatkan setiap budi pada porsinya, manusia akan tetap menghargai dan menghormati orang lain, tetapi juga tetap peduli pada dirinya sendiri. (tim)
Oleh: Riyanto
Dosen Stikom InterStudi, Jakarta
Komentar