Belajar Kelola Homestay, Pokdarwis Sudaji dan Jungutan Kunjungi Musium Samsara
Pokdarwis Desa Sudaji dan Jungutan Buleleng saat berkunjung ke Museum Samsara Karangasem. Jumat (22/2). (Ist/Oke)
KARANGASEM - Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Desa Sudaji dan Desa Jungutan Buleleng berkunjung ke Musium Samsara Karangasem. Jumat (22/2). Kedatangan kedua Pokdarwis tersebut untuk belajar bersama terkait homestay.
Kunjungan kemarin merupakan tindak lanjut kerjasama antara Museum Samsara dan dan Desa Wisata Sudaji sejumlah agenda pengembangan dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Yang mana nantinya rumah-rumah penduduk akan disulap menjadi homestay, hingga keberadaan pariwisata dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Kesempatan kunjungan kemarin juga dimamfaatkan dengan pemberian pelatihan yang diberikan oleh PT HM Sampoerna dan juga PIC Bedo serta dari Museum Samsara IB Agung Gunartawa.
Sesi pertama latihan diberikan oleh Manager Regional Relations & CSR East PT HM Sampoerna Tbk, Arga Prihatmoko dan dilanjutkan oleh PIC BEDO yakni AA Sagung Ratih Amelia, SE, Ak dan yang terakhir dari Co-founder Samsara Living Museum IB Agung Gunartawa.
Pelatihan dilakukan dengan langsung memberikan contoh kasus dari rekaman video yang ada bagaiman mengelola homestay termasuk masalah mulai dari hal-hal sederhana tapi sering dilakukan sehingga menjadi salah.
Ada beberapa hal yang memang tidak beleh dilakukan sekalipun itu telah menjadi kebiasaan. Sebab kebiasaan yang sering kita lakukan belum tentu cocok dengan budaya mereka. Termasuk salah satunya mencicipi makanan yang tidak boleh dilakukan langsung saat masak.
Dalam hal ini, Arga meminta beberapa kebiasaan yang tidak cocok supaya ditinggalkan. Selain itu meludah juga harus dihindari. Sebab bagi wisatawan ini dianggap jorok walaupun di Bali hal ini biasa terjadi.
Selain itu para peserta juga diajak untuk kreatif mengeluarkan pendapatnya dengan mengisi ide di pohon gagasan. Ide yang mereka punya ditulis pada sebuah kertas dan akan ditempel di pohon gagasan. Para peserta juga diberikan beberapa bahan makanan untuk pelajaran dapur.
Para peserta juga diminta menyusun barang barang yang ada di dapur supaya gampang dicari. Sementara untuk barang yang tidak diperlukan di dapur supaya dikeluarkan.
Nantinya Pokdarwis ini akan menjadi tulang punggung wisata di Desa mereka. Mereka juga harus paham apa yang harus dilakukan. Salah satunya adalah standar kebersihan. contoh tisu untuk WC tidak boleh ada di dapur.
"Pelatihan ini dibiayai dengan CSR. Ini juga wujud kepedulian PT HM Sampoerna pada perkembangan Pariwisata,” ujarnya.
Para peserta juga diajarkan tentang budaya lima R atau lima S. lima R adalah Ringkas atau memilah. Yang mana barang yang diperlukan saja yang ada di tempat sementara yang tidak diperlukan disingkirkan.
Sementara R yang kedua adalah Rapi atau menata, Resik atau membersihkan, rawat atau menciptakan aturan dan rajin atau mendisiplinkan diri.
Menurut Arga budaya ini adalah budaya Jepang. banyak perusahan besar di Jepang menggunakan cara ini seperti Toyota. Memilah barang sangat penting. Barang yang tak layak dipakai dipindahkan. Sementara barang yang masih diperkirakan bisa dipakai disimpan dan dikasi batas kadaluarsa. Jika selama enam bulan tak disentuh langsung dibuang.
Arga sendiri langsung memberi contoh hingga peserta lebih mudah memahaminya. Seperti sapu dan alat lainnya harus ada alamanya dan harus jelas sehingga saat diperlukan gampang untuk mencarinya.
Arga juga menambahkan tujuan utama program ini adalah untuk mengembangkan potensi ekonomi yang berbasis pariwisata dan budaya. Hingga program ini bisa memberi manfaat bagi maayarakat terutama desa -desa yang memiliki potensi pariwisata dan budaya.
Sementara itu menurut IB Agung Gunartawa jika living museum tertua Karangasem adalah di Tenganan. Selaian itu ada juga museum Wastra di Taman Ujung, Museum Sanghyang di Geriana Kauh, di Selat juga ada museum subak, Museum Mata Air di Pesaban dan yang lainya.
“Kami berharap dengan lahirnya inisiasi dari masyarakat bisa melahirkan simpul simpul perekonomian di desa-desa,” ujar IB Agung Gunartawa
Sementara Agung Sagung Ratih menambahkan jika program ini untuk merangsang masyarakat sekitar untuk potensi pariwisata. Memanfaatkan kamar-kamat yang ada menjadi homestay hingga bisa menghasilkan. Terutama di daerah yang belum ada hotel.
Menurutnya ada beberapa kamar yang telah siap dan ada juga yang belum. Makanya akan dilakukan pendampingan standarnya seperti apa. Kami akan bantu renovasi seperti apa. Homestay sendiri standarnya minimal kelas melati.
Homestay di masing masing rumah akan mempunyai keunikan tersendiri. Pengunjung akan merasakan aura atau kegiatan sehari hari dari rumah yang mereka akan tinggali.
“Nantinya pengunjung akan merasakan suasana karena berbaur dengan warga masyarakat sekitarnya,” jelas Sagung Ratih. (*/Oke)
Komentar