Sanggar Difabel Rwa Bineda Kota Denpasar Bawa Garapan Wak Prana
Kaum Difabel di Kota Denpasar tidak ketinggalan untuk turut serta memeriahkan gelar seni budaya pada Pesta Kesenian Bali (PKB) Tahun 2019. Seperti yang terlihat pada Selasa (9/7) di Kalangan Angsoka, Art Center Denpasar dipentaskan kesenian Prembon oleh Sanggar Kesenian Rwa Bineda Denpasar menampilkan garapan berjudul Wak Prana. Foto : Ist
DENPASAR – Kaum Difabel di Kota Denpasar tidak ketinggalan untuk turut serta memeriahkan gelar seni budaya pada Pesta Kesenian Bali (PKB) Tahun 2019. Seperti yang terlihat pada Selasa (9/7) di Kalangan Angsoka, Art Center Denpasar dipentaskan kesenian Prembon oleh Sanggar Kesenian Rwa Bineda Denpasar menampilkan garapan berjudul Wak Prana.
Pelatih Sekaa, I Made Gde Mandra menuturkan bahwa Sanggar Kesenian Rwa Bineda Denpasar ini merupakan Sanggar yang telah didirikan sejak tahun 1997 yang lalu dan beranggotakan para penabuh Difabel yang pada siang ini tampil menabuh mengiringi para penari profesional.
“Sekaa kesenian ini telah berpengalaman tampil disejumlah acara seperti pentas- pentas seni budaya di Bali dan ngayah nabuh disejumlah acara keagamaan. Kali ini tampil sekitar 20 orang orang penabuh Difabel dimana mereka telah mempersiapkan diri menuju ajang PKB Tahun 2019 ini dengan berlatih intensif selama setiap minggu seklai dari biasanya hanya berlatih sebanyak 2 x selama sebulan. Tantangan melatih tentu saja ada, terutama di amsa- masa awal terbentuknya sekaa tabuh ini, namun perlahan semua bisa diatasi dimana kami dari tim pelatih turut tergugah melihat para Difabel ini ditengah keterbatasannya sangat bersemangat melestarikan seni budaya. Mereka juga turut memberikan masukan kepada tim pelatih bagaimana cara melakukan pendekatan melatih kaum Difabel ini” uja Gde Mandra.
Lebih lanjut dituturkan Gde Mandra, mengenai garapan yang ditampilkan Sanggar Kesenian Rwa Bineda Denpasar dalam PKB Tahun 2019 ini berjudul Wak Prana. “Dikisahkan I Gusti Adiyaksa Baya di Kerajaan Kanigara Banu Ditugaskan Ayahnya Raja Keswaranata mencari dukun wanita untuk menyembuhkan penyakitnya, dan wanita itu harus menyerahkan kesaktianya yaitu “Wak Prana”.
Dalam pencariannya sampailah I Gusti Adyaksa Baya di wilayah Padma Gayatri disana dia bertemu dukun wanita bernama Ni Luh Kencana Wati yang ternyata seorang gadis. I Gusti Adyaksa Baya jatuh cinta pada Ni Luh Kencana Wati dan emmutuskan bertunanagan, Dia pun menyampaikan tujuannnya meminta kesaktian “Wak Prana”.
Mendengar itu Ni Luh Kencana Wati murka karena kesaktian itu sesungguhnya adalah nafas jiwa Ni Luh Kencana Wati. I Gusti Adyaksa Baya kaget dan menyerahkan segala keputusan kepada Ni Luh Kencana Wati. Akhirnya karena rasa cinta mendalam pada I Gusti Adyaksa Baya, Ni Luh Kencana Wati rela mengorbankan dirinya demi menyelamatkan Raja Keswaranata” tutur I Made Gde Mandra menjelaskan isi dari garapan. (*/Cia)
Komentar