Transformasi Digital Dunia Pendidikan Di Era Pandemi COVID-19
LiputanBali.com - Saat dunia berharap dengan penuh harap menjelang akhir pandemi, banyak yang bertanya-tanya tentang masa depan dari banyak perubahan yang dilakukan bisnis dalam menanggapi pandemi. Kemungkinan banyak dari perubahan ini akan tetap ada dan bertahan lama, dengan kemampuan seperti penjadwalan yang fleksibel untuk memungkinkan orang bekerja dari rumah saat dibutuhkan. Bisnis juga mulai melihat kekuatan dan potensi adopsi digital.
Khususnya dalam hal inovasi bisnis, mengadopsi teknologi tidak hanya tentang menghemat uang, tetapi juga mendapatkan keunggulan atas pesaing dan menangkap peluang baru di industri. Ketika bisnis dalam bidang apapun, termasuk dalam bidang Pendidikan, menyadari keunggulan ini, mereka akan diposisikan untuk tetap menggunakan teknologi dan memanfaatkan apa yang ditawarkannya.
Bisnis dan pendidikan sering merangkul transformasi digital di era Covid=19 tetapi dari perspektif yang berbeda. Untuk bisnis, adopsi ini sering kali merupakan masalah kelangsungan hidup. Pelanggan mengharapkan bisnis untuk memberi mereka perawatan pribadi yang berkembang yang mencerminkan prioritas teknologi mereka. Setelah pandemi, kemungkinan ini semakin diperbesar, karena kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan gangguan dalam rantai pasokan, perubahan harapan pelanggan, dan menyesuaikan diri dengan tekanan waktu-ke-pasar, menjadi komponen penting untuk berkembang sebagai sebuah organisasi.
Bagi organisasi pendidikan, adopsi digital dapat membantu institusi menjadi lebih kompetitif. Setelah pandemi, orang-orang mulai menyadari kekuatan jangkauan teknologi yang didorong oleh pendidikan. Karena dunia digital mengharuskan pendidik untuk menemukan cara baru untuk menggabungkan dan mengintegrasikan teknologi ke dalam praktik pengajaran. Pemberlakuan pembelajarann jarak jauh (PJJ) di era Covid-19 didasarkan pada Undang-Undang Perguruan Tinggi nomor 12 tahun 2012, pasal 31 tentang Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menjelaskan bahwa PJJ merupakan proses belajar mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui penggunaan berbagai media komunikasi.
PJJ akan memberikan layanan Pendidikan Tinggi kepada kelompok Masyarakat yang tidak dapat mengikuti Pendidikan secara tatap muka atau reguler; dan memperluas akses serta mempermudah layanan Pendidikan Tinggi dalam Pendidikan dan pembelajaran. PJJ diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Secara legal formal berdasarkan Permendikbud No. 109/2013 (Pasal 2), PJJ bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan tinggi kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka, dan memperluas akses serta mempermudah layanan pendidikan tinggi dalam pembelajaran.
Dengan begitu dapat diartikan bahwa PJJ adalah suatu sistem pendidikan yang memiliki karakteristik terbuka, belajar mandiri, dan belajar tuntas dengan memanfaatkan TIK dan/atau menggunakan teknologi lainnya, dan/atau berbentuk pembelajaran terpadu perguruan tinggi. Melalui sistem PJJ ini, setiap orang dapat memperoleh akses terhadap pendidikan yang berkualitas seperti halnya pendidikan tatap muka/reguler pada umumnya tanpa harus meninggalkan keluarga, rumah, kampung halaman, pekerjaan, dan tidak kehilangan kesempatan berkarir.
Namun demikian, kondisi tersebut bukannya tidak menghadapi masalah, COVID-19 memiliki sejumlah konsekuensi positif untuk memperkenalkan pengalaman belajar baru, tetapi juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut sebuah penelitian terhadap lebih dari 10.000 guru yang dilakukan oleh (Kim, 2021), 92,8 persen guru mengutip birokrasi yang tidak perlu, perintah yang kontradiktif, kurangnya dukungan teleworking, dan kurangnya sarana teknologi sebagai masalah utama. Infrastruktur pengajaran online yang lemah, adalah semua kemungkinan hambatan untuk kebijakan tersebut.
Hambatan jaringan selama COVID-19 menjadi perhatian serius bagi banyak negara. Menurut (Guermazi, 2021) ada lima alasan utama mengapa jaringan tidak mampu mengatasi permintaan yang terpendam:
· Penggunaan jaringan secara intensif pada siang hari di daerah pemukiman (jaringan tidak dirancang untuk layanan waktu puncak). Hal ini menyebabkan kemacetan jaringan "last mile" yang menyediakan akses ke pengguna
· Meningkatnya permintaan untuk video dan layanan hiburan bandwidth tinggi lainnya
· Meningkatnya permintaan untuk konferensi video dan layanan cloud
· Pembelajaran jarak jauh oleh siswa dari segala usia
· Kurangnya kapasitas yang memadai bagi konsumen melalui gateway internasional (yaitu, titik akses di mana Internet masuk ke negara tersebut).
Untuk mengatasi masalah tersebut, melalui Peraturan Kemendikbud Nomor 19 Tahun 2020 dan Surat Edaran Kemenag nomor B-699/ Dt.l.l/PP.03/03/2020 mengizinkan penggunaan dana BOS untuk pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Termasuk juga untuk biaya koneksi internet bagi siswa dan guru serta pembelian perangkat pendukung pembelajaran jarak jauh. Dan melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020, anggaran Kemendikbud dinaikkan sebesar 96%, dari Rp36 triliun menjadi Rp70,7 triliun. Penggunaan dari kenaikan besar tersebut belum dipaparkan dengan rinci, tetapi banyak pihak memprediksi dana tersebut akan digunakan untuk mendukung inisiatif pembelajaran jarak jauh lebih lanjut(Azzahra, 2020).
Kelemahan atau hambatan tersebut di atas, tidak menghentikan pemanfaatan jenis teknologi modern ini, dan membuka pintu bagi orang-orang yang sebelumnya berjuang untuk sekolah atau kuliah di perguruan tinggi tertentu karena jarak, sepertinya tidak akan hilang dengan cepat, karena pandemi telah mengubah transformasi digital dunia, dan menciptakan lanskap yang akan terus mendorong inovasi dan adopsi teknologi ke depan. Mereka juga akan mulai memahami peluang yang ada di hadapan mereka, bahkan setelah pandemi berakhir. Seperti yang dikatakan Stephen Waddington, pergeseran masyarakat begitu seismik sehingga kita dapat memandang dunia dalam kerangka sebelum Covid dan setelah Covid. Ini adalah momen evolusioner (Mahler, 2021)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teknologi menawarkan potensi luar biasa bagi dunia bisnis dan pendidikan untuk terlibat dengan orang-orang di seluruh dunia dalam waktu singkat. Sebelum pandemi, banyak organisasi baru mulai melihat potensi yang ditawarkan banyak dari kemampuan ini kepada bisnis mereka. Namun, ketika pertemuan tatap muka dan pekerjaan terbatas sebagai tanggapan terhadap Covid-19, mereka dengan cepat menyadari betapa hebatnya teknologi. Hasil penelitian yang dilakukan doleh perusahaan McKinsey & Company (2020) dengan responden yang berasal dari negara Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika, melaporkan perubahan signifikan di area ini dan peningkatan migrasi ke cloud lebih percaya bahwa perubahan ini akan tetap ada setelah krisis Covid-19 daripada mengharapkan kembalinya norma sebelum krisis.
Oleh : Dr. Poppy Ruliana, Dra., M.Si. - Dosen STIKOM InterStudi
Referensi
Azzahra, N. F. (2020). Mengkaji Hambatan Pembelajaran Jarak Jauh di Indonesia di Masa Pandemi Covid-19. Center for Indonesians Policy Studies, 19(2), 1–9. https://id.cips-indonesia.org/post/mengkaji-hambatan-pembelajaran-jarak-jauhdi-indonesia-di-masa-covid-19
Guermazi, B. (2021). Digital transformation in the time of COVID-19: The case of MENA. World Bank Blogs. https://blogs.worldbank.org/arabvoices/digital-transformation-time-covid-19-case-mena
Kim, H. (2021). Digital Transformation of Education Brought by COVID-19 Pandemic. Journal of The Korea Society of Computer and Information, 26(6), 183–193. https://www.koreascience.or.kr/article/JAKO202118752827701.page
Mahler, S. (2021). Ten reasons why PR became more important during COVID-19. Pr.Co. https://www.pr.co/blog/ten-reasons-pr-became-more-important-during-covid-19
Komentar