Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Antara Harapan dan Kenyataan Yang Tidak Saling Bersinggungan

Ilustrasi. (Opini/Ist)

Banyak fenomena bermunculan di masyarakat yang mengisyaratkan sebuah pengakuan terhadap kehidupan sosial dalam lingkungan yang lebih besar lagi dari sekedar lingkungan hidup sehari – hari mendorong seseorang untuk melakukan sebuah aktivitas yang semu. Akibatnya mendorong khayalan terhadap sebuah kemampuan diri seseorang dalam tampuk kepemimpinan dalam perkumpulan yang besar serta membangun sebuah harapan untuk mendapatkan benefit yang besar ketika impiannya memiliki sebuah legitimasi dari dari para pengikut atau anggota perkumpulannya.

Yang menjadikan sebuah tanda tanya adalah, mengapa organisasi yang mengatasnamakan sebuah kerajaan di tengah masyarakat bermunculan dan silih berganti? Adakah aktor diluar itu yang menggerakkan massa untuk selalu bergerak memunculkan harapan – harapan baru ditengah usaha pemerintah untuk membangun sistem ekonomi yang kuat dan mampu menerobos kebiasaan – kebiasaan di masa lalu.

Munculnya perkumpulan – perkumpulan yang mengatasnamakan kerajaan atau sejenisnya kian hari semakin banyak dan menerpa kehidupan sosial masyarakat yang dapat mengikis kepercayaan kepada pemerintah yang sah. Terpaan kehidupan sosial kemasyarakatan ini membawa opini kehidupan dunia yang lebih sejahtera tanpa harus berbuat lebih banyak, karena menjajikan bantuan donasi yang mengatasnamakan “Bank Swiss” sebagai pusat sumber keuangannya.

Kalau diperhatikan secara seksama, hanya sebuah bualan yang dibangun untuk menjual harapan semu kepada pengikut perkumpulan, itu harus dihentikan agar tidak berkelanjutan menerpa kehidupan sosial kemasyarakat dan membangkitkan kembali kepada masyarakat terhadap tatanan kehidupan sosial yang nyata dan kongkrit.

Pemikiran yang “ngoyoworo” itu harus dibuang jauh – jauh agar tidak menjangkiti masyarakat lainnya. Tentu pemahaman yang dibangun dan dikedepankan kepada masyarakay yang sederhana saja, agar tidak terbangun opini baru untuk menjual sebuah harapan. Dimanapun masyarakat berada tidak ada hal – hal yang diperoleh dengan mudah ataupun “gratis” tanpa ada sebuah upaya dan pengorbanan yang sepadan denganbenefit yang diperoleh. Untuk menjadi pemimpin, sudah pasti ada pelatihan atau sekolah yang khusus untuk menghasilkan kualitas kepemimpinan yang baik, untuk menjadi kaya pasti ada tabungan atau investasi yang dilakukan agar modalnya bisa berkembang dan bisa dinikmati dikemudian hari dan lain sebagainya.

Kalau itu tidak dilakukan, bisa jadi orang tua sudah memikirkan masa depan anaknya, sungguhpun hal itu tidak aka nada hubungannya dengan nasib dan garis tangan. Sungguhpun orang tua membekali kekayaan yang berlimpah kalau tidak ada rasa syukur dan kemampuan mengelola kekayaan tentu saja belum akan menjadikan si anak manjadi kaya seperti harapan orang tuanya. Demikian dengan pemimpin dan kepemimpinan tidak ada yang datang begitu saja, tanpa ada pengorbanan dan pengalaman – pengalaman yang dilalui sebagai bentuk implementasi.

Tidak pernah ada pemimpin yang datang begitu saja tanpa ada pengorbanan dan tempaan dari sisi kehidupan. Juga tidak pernah seseorang menjadi keturunan dinasti tertentu tanpa memiliki garis keturunan sesuai dengan silsilahyang ada, karena sudah pasti silsilah itu tercatat dan ada buktinya. Akan menjadi bahan ketawaan kalau seseorang mengatakan dirinya berkemampuan untuk memimpin sebuah perkumpulan atau organisasi, tanpa ada jenjangnya ataupun pelatihan serta sekolahnya, kalaupun itu sebuah dongen pasti ada yang ditokohkan dalam dongeng itu dan bersifat memberi contoh tentang kebaikan atau keburukan sebuah hidup, bukan kehadiran seseorang di negeri dongen.

Harta Warisan zaman Presiden Soekarno yang selalu dibawa – bawa untuk menghidupkan halusinasi dan dipersonifikasi hingga membangkitkan harapan baru, baik yang menurut ceritanya tersimpan di bank luar negeri maupun yang tersimpan di tanah air, entah dimana, bahkan ada yang mengaku memiliki bukti warisan tersebut. Padahal misalnya itu benar adanya, sudah pasti itu tidak akan pernah sampai kepada personal atau individu, karena ranah persoalannya ada pada negara dengan pemerintahannya yang memiliki tugas untuk membawa masyarakat menjadi sejahtera dan berkeadilan.

Unik dan menjadi panjang kalau bercerita tentang sebuah hidup, namun penekanannya tetap kepada sebuah realitas yang dapat dibangun bersama dan diwujudkan melalui tatanan hidup nyata sesuai dengan hasil yang diperolehnya. Adanya kehidupan di kemudian hari, itu bisa terwujud apabila hari ini sudah melakukan hal – hal yang bersifat linier dengan kehidupan di kemudian hari itu. Mau hidup kaya, sudah pasti jangan boros dan menambunglah, begitu kira – kira petuah orang – orang bijak, jadi tidak ada sesuatu itu di peroleh dengan secara cuma – cuma atau gratis. Tidak akan pernah ada orang memiliki pangkat Lenan jenderal (Letjend) tanpa masuk sebuah kesatuan organisasi militer.

Permasalahan yang perlu diuraikan dan dikedepankan adalah sebuah realitas kehidupan yang mampu membawa pemikiran konkret untuk keluar dari sebuah harapan dan pemikiran yang semu. Sehingga terpaan demi terpaan sosial masyarakat yang timbul dan bersifat ngoyoworo itu dapat dipatahkan dengan jalan pemikiran yang realitis. (*). 

Riyanto Priyo Suharjo

e-mail : riyantocawas67@gmail.com

Dosen Stikom InterStudi, Jakarta

 

Komentar