Deputi Ketahanan Pangan dan Sumber Daya Hayati Tinjau Perkembangan Sipadu
Asisten Deputi Ketahanan Pangan dan Sumber Daya Hayati, Setio Sapto Nugroho dan Kepala Sub Bidang Perkebunan dan Peternakan, Gito Kuncoro saat berkunjung ke lokasi simantri 356 Gapotan Sari Buana, Antapan,Baturiti Tabanan, Selasa (2/4). Foto : Ist
TABANAN – Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) mendapat perhatian Deputi Ketahanan Pangan dan Sumber Daya Hayati dengan melakukan peninjauan ke simatri 356, Gapoktan Sari Buana, Desa Antapan, Baturiti, Tabanan. Kunjungan tersebut dalam rangka pengumpulan data dan informasi mengenai perkembangan Sipadu.
Kunjungan dilakukan Asisten Deputi Ketahanan Pangan dan Sumber Daya Hayati, Setio Sapto Nugroho dan Gito Kuncoro, selaku Kepala Sub Bidang Perkebunan dan Peternakan, serta didampingi Kepala UPT Pertanian Terpadu, Dr. I Wayan Sunada, S.P.,M.Agb.
Perkembangan Sipadu sangat diapresiasi oleh Asisten Deputi Ketahanan Pangan dan Sumber Daya Hayati sebab Sipadu memiliki konsep dan tujuan yang baik untuk kesejahteraan kelompoknya.
Selain dalam pelestarian sapi Bali, Sipadu juga mampu meningkatkan pendapatan kelompok 2 kali lipat dari hasil pengolahan limbah ternak dan integrasi ke bidang pertanian secara luas.
Tampak perkembangan Sipadu 356 yang berdiri sejak tahun 2013 tersebut sudah mampu menghasilkan anak sapi yang unggul dari hasil kawin IB, pengolahan limbah padat maupun cair menjadi pupuk yang dapat digunakan lgsg ke tanaman (tampak pertanian organik disekitar Sipadu 356), sehingga petani mampu mengurangi biaya dalam pembelian pupuk, dan terciptanya produk pertanian sehat karena menggunakan pupuk organik, harganya pun lebih mahal ketimbang produk dari perlakuan kimia.
Selain itu juga jika stok pupuk berlebih, tidak jarang kelompok juga menjual pupuk tersebut ke masyarakat umum, sehingga dapat menambah pendapatan kelompok, jadi kelompok tidak hanya menunggu hasil penjualan dari anak sapi saja.
“Kegiatan Sipadu begitu komplit dilengkapi dengan instalasi biogas yang merupakan sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok untuk memasak, lampu, bahkan untuk tenaga listrik dengan genset khusus biogas. Selain itu juga, perkembangan kegiatan Sipadu 356 ini juga menjadi pelopor munculnya sipadu-sipadu mini oleh masyarakat sekitar,” tutur Setio di sela-sela kunjungan, Selasa (2/4).
Selain melihat pertanian organik disekitar areal Sipadu 356, mereka juga melihat budidaya ulat sutra yang sedang dikembangkan oleh kelompok. Ulat sutra yang dikembangkan oleh kelompok adalah jenis ulat "Samia Cynthia Ricini". Dengan harga jual cukup tinggi yaitu Rp 100.000/kg nya dan juga pupa dari ulat memiliki protein yang tinggi sehingga dapat juga menambah pendapatan kelompok.
Sipadu 356 ini juga sering dikunjungi oleh tamu manca negara, sehingga kegiatan yang ada di Sipadu 356 dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan asing untuk berkunjung. Sehingga menurut kepala UPT Pertanian Terpadu (Dr. I Wayan Sunada, S.P., M.Agb) Sipadu juga dapat mengembangkan kegiatannya menjadi tempat agrowisata bagi wisatawan lokal maupun wisawatan asing.
Sambil melihat kegiatan pertanian organik, wisatawan asing juga dapat menikmati jus sehat dari sayuran organik yang dibuat oleh Ibu-ibu KWT, sehingga hal ini juga dapat menambah pendapatan dari kelompok.
Apresiasi juga disampaikan oleh Asisten Deputi Ketahanan Pangan dan Sumber Daya Hayati serta Kepala Sub Bidang Perkebunan dan Peternakan terhadap program Sipadu karena hanya ada di Bali dan Satu-satu nya di Indonesia. Sehingga harapan ke depannya agar program Sipadu dapat diadopsi menjadi kegiatan pusat dan dapat di implementasikan ke daerah-daerah lain di Indonesia. (*/Cia)
Komentar