Ini Cara Koster-Ace mencegah Acaman Kejenuhan Pariwisata
foto : istimewa
JAKARTA - Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomer urut 1 Wayan Koster-Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Ace), tampil sangat memuaskan dihadapan 4 panelis berkaliber nasional dalam acara Kupas Kandidat yang diadakan TVRI Nasional, Rabu (11/4) malam. Koster-Ace dapat menjawab semua pertanyaan panelis dengan tegas dan lugas dalam acara yang disiarkan secara langsung oleh televisi pemerintah ini.
Ada 4 panelis yang mencerca Koster-Ace, mereka adalah R. Bimo Gunung Abdul Kadir (Sekretaris Jendral KPK), Firmanzah (Pakar Ekonomi), R. Siti Zuhro (Pakar Politik LIPI), dan Sirojudin Abbas (Pengamat Kebijakan Publik). Acara yang dipandu oleh Imam Priyono dan Rima Fahlevi menunjukan kualitas pasangan calon yang keduannya menyandang gelar Doktor ini dalam memimpin Bali 5 tahun kedepan.
Firmansah, panelis pertama yang memberikan memberikan pertanyaan bagaimana Koster-Ace mendisain pariwisata Bali 5 tahun kedepan, mengingat ada kekhawatiran munculnya kejenuhan pariwisata di Bali, sehingga wisatawan dapat beralih ke daerah bahkan ke negara lain.
Menanggapi pertanyaan ini, Koster menegaskan akan pembangunan pariwisata Bali dalam 3 hal penting, pertama pariwisata yang dibangun tetap berbasis budaya, kedua berorientasi kepada kualitas bukan kepada jumlah, dan ketiga melakukan pemerataan kesemimbangan pembangunan pariwisata antara selatan dan utara, timur, barat maupun tengah.
“Untuk wilayah Bali Selatan seperti Badung, Denpasar dan Gianyar kita akan melakukan pengendalian dalam pembangunan akomodasi wisata. Wilayah ini sudah jenuh, kedepannya akan kita geser ke Utara, Timur dan Barat agar terjadi pemerataan,”katanya.
Begitu menjabat pihaknya juga akan menetapkan regulasi Perda Tata Ruang, sehingga ada kejelasan titik-titik mana saja yang boleh dibangun.
Selanjutnya dipertanyakan bagimana terobosan Koster-Ace, agar pariwisata bisa dinikmati oleh masyarakat menengah kebawah. Koster mengakui dampak pariwisata belum dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, khususnya bagi mereka yang tidak bekerja disektor pariwisata, seperti petani.
Untuk itu, pihaknya telah mendisain regulasi dan kebijakan yang memastikan adanya kerterhubungan antara wisatawan dengan hasil-hasil pertanian dan kerajinan rakyat yang berbasis budaya. Misalkan, saat musim jeruk maupun musim salak, hasil produksi petani wajib dimafaatkan oleh hotel maupun restauran untuk diberikan kepada wisatawan, demikian juga dengan dengan hasil kerajinan masyarakat. Hal ini kata dia, akan diatur dengan perda. (*)
Komentar