Udayana Gandeng Media Cegah Perokok Dini
Gelar Workshop Udayana diikuti awak media sebagai upaya pengendalian bahaya rokok. Minggu (25/3).
DENPASAR – Keprihatian akan bahaya rokok terus disuarakan berbagai pihak. Upaya pengendalian bahaya rokok juga digemakan untuk mencegah perokok usia dini yang saat ini semakin meningkat.
Upaya pengendalian akan bahaya perokok juga terus dilakukan Center of Excellent for Tobacco Control and Lung Health (CTCLH) Pusat Kajian dan Penelitian Pengendalian Rokok dan Kesehatan Paru Universitas Udayana.
Jumlah perokok dini yang terus meningkat mendorong pihak Udayana menggandeng awak media untuk bersama-sama berupaya mengendalikan bahaya rokok.
Sebuah Workshop bertema "Penguatan Peran Media dalam Program Pengendalian Bahaya Rokok" digelar dengan menggandeng Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Bali dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar.
Kegiatan diikuti puluhan peserta dari kalangan jurnalis, akademisi dan LSM berlangsung di Hotel Inna Sindhu Sanur, Denpasar Minggu (25/3/2018).
Kegiatan dibuka Kabid P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr Gede Wira Sunetra sekaligus narasumber juga menghadirkan pembicara Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) Bali Putu Armaya, Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali Titik Suhariyati, Direktur Eksekutif Perhimpunan Hotel Restoran (PHRI) IB Purwa Sidemen, Kabid ESDM Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Made Gede Harnawa.
Dalam workshop itu, juga diisi diskusi dan presentasi evaluasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pelarangan iklan, promosi dan sponshorship Rokok, Cukai Rokok dan pemanfaatanya untuk kesehatan, bahaya rokok elektrik, rokok ditinjau dari sudut pandang adat/budaya hingga sudut pandang perlindungan konsumen maupun perlindungan anak.
Dalam paparannya, Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dr Gede Wira Sunetra menyampaikan tentang bahaya paparan asap rokok bagi kesehatan tidak hanya bagi perokok melainkan orang-orang di sekitarnya termasuk keluarga.
Mereka yang terpapar asap rokok mengakibatkan berbagai macam penyakit dan turunannya seperti kanker paru-paru, jantung besarannya hingga 90 persen. Sedangkan perokok berisiko 20 kali terkena paru, sementara perokok pasif berisiko sama dengan perokok aktif.
"Konsumsi rokok dari tahun ke tahun terus meningkat, pertumbuhan jumlah perokok lebih tinggi dari jumlah penduduk sehingga semakin tinggi jumlah prevalensi perokok di Indonesia," jelas Sunetra.
Dalam pandangan Sekretaris LPA Titik Suhariyati, industri rokok tidak pernah berhenti dalam membidik pasar perokok baru yakni anak-anak muda. Untuk itu, perlu pendekatan psikologis agar bisa lebih efektif.
"Pendekatan sekarang, tidak bisa lagi melarang-larang, mengajari, doktrin jangan merokok tetapi bagaimana saat pubertas mendekatkan diri mereka dengan bapak dan ibunya," jelas Titik.
Dalam pengendalian bahaya rokok, mereka mendapatkan gambaran yang bisa membangun kesadaran termasuk contoh yang diberikan oleh orang tua. Jadi, ada ketokohan figur orang tua yang dibutuhkan anak-anak seperti bagaimana hidup bersih dan sehat dan seterusnya.
Demikian juga, advokasi pengendalian bahaya rokok, bisa dilakukan secara berbeda, dengan sasaran utama anak-anak atau kaum remaja agar terhindar dari aktivitas merokok.
Di pihak lain, kata Titik sebenarnya, semua perangkat hukum, nilai bahkan sampai penegakan aturan sudah lengkap dalam pengendalian bahaya rokok. Sekarang, tinggal kemauan atau politik will, masing-masing pihak terkait dalam penegakan hukum.
"Semua sudah ada, namun faktanya pengendalian bahaya merokok belum maksimal, jadi penegakan hukum masih setengah hati," imbuhnya. (*/Cia)
Komentar