Mandeg, Dewan Pertanyakan Perda RDTR
Komisi I DPRD Tabanan saat sidak Dinas PU, Jum,at (20/10). Foto: Liputan Bali. Com
TABANAN – Jajaran Dewan DPRD Tabanan rupanya gerah juga dengan keberadaan perda RDTR yang tak kunjung tuntas. Untuk mengetahui biang penyebab mandegnya Perda tersebut, jajaran dewan dimotori Komisi I langsung melakukan sidak ke Dinas Pekerjaan Umum Tabanan.
Sayangnya, sidak Komisi I yang dikomandoi ketuanya, Eka Nurcahyadi beserta Badan Peraturan Daerah (Banperda) gagal bertemu kepala bertemu pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman, I Made Yudiana karena alasan ada pertemuan lain.
Jajaran Komisi I diantaranya, Eka Nurcahyadi, Eddy Nugraha Giri, Oemar Dani, IGM Purnayasa, Desta Kumara dan I Wayan Widnyana alias Regen menilai, keberadaan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sangat diperlukan, menyusul banyaknya wilayah di Tabanan yang sudah tidak sesuai peruntukan.
Sebut saja, kawasan Jati Luwih misalnya sudah banyak bangunan berdiri untuk wisata, padahal mestinya kawasan tersebut tidak boleh dibangun karena jalur hijau. Mestinya, perda tersebut sudah selesai karena telah digodok sejak 2015 lalu.
Dewan tetap menghawatirkan kawasan Jati Luwih yang telah ditetapkan Unesco sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia (WBD) berubah sehinga diperlukan kebersamaan untuk menjaga kawasan WBD tersebut agar tetap sesuai peruntukannya.
“Misalkan seperti di Jatiluwih, banyak berdiri bangunan untuk wisata padahal itu masuk kawasan jalur hijau, ini yang akan diatur secara detail dalam RDTR, termasuk kawasan lain, ”tegas Eka kepada media. Jumat (20/10).
Meski demikian, sidak tetap dilanjutkan meski dewan hanya ditemui tiga kabid kantor Dinas PU, salah satunya yakni Kabid Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman, I Nyoman Parwata.
Sebenarnya, Tabanan sudah memiliki Ranperda RDTR kawasan Perkotaan Tabanan dan Ranperda Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Warisan Budaya Dunia Jatiluwih.
Namun, keduanya masih berupa rancangan saja. Dalam pertemuan tersebut juga diungkapkan dari Dinas PU sebenarnya sudah memiliki rancangan RDTR di 10 Kecamatan, cuman karena ada perubahan aturan, sehingga hal tersebut mandek.
Dalam kesempatan itu, Eka Nurcahyadi menduga jasa konsultan yang sebelumnya digandeng Dinas PU Tabanan belum mumpuni karena hanya mengarahkan secara parsial atau menyeluruh.
“Kalau dilakukan secara parsial, prosesnya lama hingga 10 kecamatan, kami menilai bisa dilakukan bertahap,” terangnya.
Menyikapi hal itu, Kabid Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman, I Nyoman Parwata menjelaskan, bahwa penyebab lambatnya penataan perda RDTR tersebut yakni masalah berubahnya aturan sehingga menyulitkan pihak eksekutif dalam penyelesaiannya.
“Tahun depan kami harapkan isa selesai. Butuh dana sekitar 175 juta untuk pembuatan peta tematik dan peta rencana kedua perda tersebut,” jelas Parwata..
Terkait konsultan yang dilibatkan oleh Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman dinilai kurang mumpuni, Parwata menyebut jika proyek yang nilainya diatas Rp 50 juta harus berdasarkan tender. “Kan tidak bisa sembarangan,” tambahnya.
Akhirnya, dewan berencana akan memanggil jajaran dinas PU untuk membicarakan masalah tersebut secara khusus dalam rapat rapat Komisi I guna mencari solusi mempercepat penyelesaian Perda RDTR tersebut.
Jika Perda tersebut selesai, diharapkan eksekutif bisa bertindak sesuai aturan bahkan bisa menggenjot pendapatan daerah, salah satunya dengan menarik pajak hotel dan restaurant di kawasan Tabanan. (Cia)
Komentar